Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 24 Desember 2012

Makalah Pengantar Ilmu Hukum


 Makalah Pengantar Ilmu Hukum 
Chapter 4

PENDAHULUAN

1.        LATAR BELAKANG

Beberapa hari terakhir ini kita mendapat sajian fakta hukum yang mengenaskan dalam perjalanan Republik ini. Mafia hukum bertebaran dimana-mana, bahkan sampai mencabik-cabik prosedur hukum yang telah dijalankan pemerintah. Makelar hukum yang biasa dikenal markus juga begitu perkasa merekayasa berbagai status hukum yang tak jelas duduk perkaranya.

Hampir setiap saat kita dapat menemukan berita, informasi, laporan atau ulasan yang berhubungan dengan lembaga-lembaga hukum kita. Salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian kita semua adalah merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum.  Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan interaksi antara berbagai pelaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegak hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistic. Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang

akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the books”.
Akal budi manusia akan menuntun manusia untuk menemukan wujud kebaikan dan keadilan yang didambakan. Jika hukum disusun supaya dapat mengikat perbuatan manusia, maka hukum harus adil dan membimbing manusia menuju tujuan akhir, yakni kebaikan. Kebaikan dan keadilan akan membuka keharusan ketaatan moral untuk menjadikan hukum sebagai penegak tata social yang harmonis dan seimbang. Rasa kebaikan dan keadilan akan membingkai moralitas dalam penegakan hukum. Pada saat ini masyarakat mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum seperti dalam pemberantasan korupsi dan merebaknya mafia peradilan. Kegagalan lembaga peradilan dalam mewujudkan tujuan hukum telah mendorong meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum dan lembaga-lembaga hukum. Mungkin benar apabila dikatakan bahwa perhatian masyarakat terhadap lembaga-lembaga hukum telah berada pada titik nadir. Adanya penilaian dari masyarakat ini menunjukkan bahwa hukum/pengadilan tidak dapat melepaskan diri struktur social masyarakatnya hukum tidaklah steril dari perilaku–perilaku social lingkungannya. 

Oleh karena itu wajar kiranya apabila masyarakat mempunyai opini tersendiri setiap ada putusan pengadilan yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan hidup yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Persoalannya tidak akan berhenti hanya sebatas munculnya opini public, melainkan berdapak sangat luas yaitu merosotnya citra lembaga hukum dimata masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan luntur dan mendorong munculnya situasi anomi. Masyarakat kebingungan nilai–nilai mana yang benar dan mana yang salah.

Masalah etika dan moral perlu mendapat perhatian yang seksama untuk memberikan jiwa pada hukum dan penegaknya. Dalam rangka revitalisasi hukum untuk mendukung demokratisasi, maka masalah moral dan etika mendesak untuk ditingkatkan fungsi dan keberadaanya, karena saat ini aspek moral dan etika telah menghilang dari system hukum di Indonesia. Oleh karena itu perlu pengaturan yang comprehensive mengenai etika profesi di kalangan penegak hukum, menciptakan kemandirian kelembagaan, berfungsinya dewan/majelis kehormatan, yang kesemuanya ini untuk membangun profesionalisme.

2.    PERMASALAHAN
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini, yaitu:
Bagaimanakah peranan pentingnya kode etik profesi hukum bagi para penegak hukum?
Bagaimana pengaruh dari factor ekonomi, politik dan social terhadap penegakan hukum di Indonesia?
Bagaimana penegakan hukum yang berlandaskan moralitas?
3.    ANALISIS

A.       Pentingnya Etika Profesi
Apakah etika, dan apakah etika profesi  itu ?
Kata etik (atau etika) berasal dari kata “ethos” (bahasa Yunani) yang  berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.


Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika  profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
B.        Pengertian Profesi
Berikut pengertian profesi dan profesional menurut De George :
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “Pekerjaan/Profesi” dan “Profesional” terdapat beberapa perbedaan :
Profesi : 
  •  Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
  •  Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama.
  • Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
  • Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Profesional :
  •  Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
  • Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
  • Hidup dari situ.
  • Bangga akan pekerjaannya
Ciri-ciri Profesi:
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
  1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
  2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
  3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
  4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.

C.       Kode Etik Profesi
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.

D.       Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi
Telah diterangkan diatas, salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada Tuhan, diri sendiri dan masyarakat diantaranya;
·            Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat,
·            Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan,
·            Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri,
·            Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya,
·            Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

E.        Factor Sosial, Ekonomi dan Politik terhadap Penegakan Hukum di Indonesia
Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidak patuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya.
Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidak mampuan norma-norma dalam kode etik tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya. Bahkan dalam kode etik sebenarnya ada bagian khusus yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada penegak hukum yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran, peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh para penegak hukum dan sifat pengulangan pelanggarannya. Masalah penegakan tidak hanya masalah hukum itu sendiri, namun permasalahan kompleks ekonomi, politik, social dan kebudayaan.
Suatu lembaga penegak hukum akan bekerja sebagai respon terhadap peraturan-peraturan hukum merupakan fungsi dari peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks dari kekuatan-kekuatan social, politik dan lain-lain yang bekerja atasnya, serta umpan balik yang datang dari para pemegang peran.[1] Ini menunjukkan bekerjanya hukum dan penegaknya tidaklah steril dari masalah non-hukum. Kekuatan-kekuatan lain, utamanya ekonomi, sosial dan politik akan menetukan kehidupan hukum.
a.     Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:
1.          penghasilan kurang mencukupi kenutuhan hidup yang wajar,
2.          kebutuhan hidup yang mendesak,
3.          gaya hidup konsumtif dan materialistis,

4.          tak dipungkiri, pola hidup seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya uang,
5.          rendahnya gaji PNS,
6.          sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.
b.     Hukum dan Politik
Selain terlepasnya keadilan sebagai sukma hukum yang bersumber dari moral dan etika, masalah lain yang dihadapi adalah hubungan antara hukum dan politik sebagai dua subsistem kemasyarakatan. Dalam hal-hal penting tertentu hukum lebih banyak didominasi oleh politik sehingga sejalan dengan melemahnya dasar etik dan moral. Pembuatan dan penegakan hukum lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik kelompok dominant yang sifatnya teknis, tidak substansial dan bersifat jangka pendek.
c.      Faktor Sosial Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut.
Proses peradilan bukan hanya proses menerapkan pasal-pasal dan bunyi undang-undang, melainkan proses yang melibatkan perilaku-perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur social tertentu.

F.        Etika dan Moral tidak Melandasi Penegakan Hukum
Pada saat ini banyak sekali orang melakukan pelanggaran hak-hak negaradan hak masyarakat tetapi merasa tidak bersalah karena merasa tidak melanggar hukum formal. Mereka dengan seenaknya merampok hak-hak masyarakat tetapi karena tidak bersalah menurut hukum formal maka mereka merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Hukum formal kemudian dijadikan alasan untuk berlindung dari kejahatan etik dan moral padahal hukum formal itu merupakan legalisasi dari etika dan moral. Artinya sebenarnya hukum formal itu adalah etika dan moral yang diformalkan. Oleh sebab itu seharusnya etika dan moral itu lebih diutanakan dari sekedar formalitas-formalitas hukum.


G.       Penegakan Hukum yang Berlandaskan Moralitas
Penegakan hukum adalah sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali (restitution in integrum).
Penegakan hukum haruslah berlandaskan moral. Nilai moral tidak berasal dari luar diri manusia, tapi berakar dalam kemanusiaan seseorang.
Moral sendiri dalam istilah dipahami sebagai: Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk,Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah,
Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik, Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.

Dalam penegakan hukum paling tidak mengandung 3 (tiga) unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: Kepastian hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan Keadilan (Gerechtigkeit). Dalam penegakan hukum, ketiga unsur tersebut harus sama-sama diperhatikan secara proporsional dan seimbang. Maka secara konsepsional kata Soekanto, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejahwanta serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan perdamaian hidup. Nilai-nilai yang penting dalam penegakan hukum, yaitu kemanusiaan, keadilan, kepatutan dan kejujuran.

Penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas tanpa pandang bulu terhadap pelaku pelanggaran hukum. Untuk itu dalam pelaksanaannya dilakukan dengan penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab serta integritas moral yang tangguh. Sebab dari fenomena yang ada, karena kurangnya ketegasan atau karena kegamangan dalam menghadapi pelanggaran hukum, maka banyak pelanggar-pelanggar hukum yang lolos dari jerat hukum atau dengan kata lain lepas dari pengusutan. Sehingga ada pameo yang mengatakan, bahwa “hukum yang diterapkan saat ini ibarat jaring laba-laba”, artinya mereka yang melakukan tindak pidana dalam kategori kelas kakap lolos dari jeratan hukum, sedangkan yang terjerat hanya kelas teri.

Diakui atau tidak, proses penegakan hukum masih mengalami hambatan. Untuk itu diperlukan aparat penegak hukum yang bertanggung jawab dan konsisten terhadap nilai-nilai moral. Karena aparat penegak hukum yang bertanggung jawab dan bermoral tidak akan berani melakukan manipulasi hukum, dan  tidak akan berani mempertaruhkan harga dirinya dengan membohongi hati nuraninya.


Standar etika dan moral para penegak hukum bahkan cenderung menurun. Mereka menjadi kurang responsif terhadap berbagai permasalahan bangsa dan penyakit sosial yang kian hari semakin menjadi. Korupsi yang seharusnya diproses secara hukum demi mewujudkan keadilan tidak jarang malah melahirkan kejahatan baru berupa pemerasan, penyuapan, dan jual beli kasus. Kesadaran dan ketataan penegak hukum tampaknya memudar.

Etika dalam konteks penegak hukum adalah seperangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, apa yang pantas dan tidak untuk dilakukan oleh seorang penegak hukum. Etika ini harus menjadi pegangan, baik dikala ia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum maupun saat melaksanakan aktivitas sehari-hari sebagai warga masyarakat.

Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh lima faktor.
1.          Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan.
2.          Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas.
3.          Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum.
4.          Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan social di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat.
5.          Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Sementara itu Satjipto Rahardjo, membedakan berbagai unsur yang berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat. Berdasarkan criteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga unsur utama yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Pertama, unsur pembuatan undang-undang. lembaga legislatif. Kedua, unsur penegakan hukum, polisi, jaksa dan hakim. Dan ketiga, unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.
Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran ?


Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikhis yang seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
BAB II
Penutup
1.         KESIMPULAN
Dari uaraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bekerjanya hukum dan penegaknya tidak bisa steril dari masalah non-hukum. Kekuatan-kekuatan lain, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, politik, ekonomi dan social masyarakat serta ketidakpatuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya, akan mementukan penegakan hukum di Indonesia. Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidakmampuan norma-norma dalam kode etik tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya.
Elite politik dan elite penegak hukum mempunyai interes (kepentingan) dalam banyak kasus hukum terutama yang menyangkut uang dalam jumlah besar dan kepentingan politik. Proses rekruitmen penegak hukum tidak mempertimbangkan factor moral. Factor ini juga tidak diprioritaskan dalam menyeleksi orang yang akan menduduki jabatan yang potensial.
Dalam konteks ini, fakta rusaknya penegak hukum di Indonesia bisa ditafsirkan, sebagai ambruknya nilai “sadar diri”, sehingga jatuhlah nilai dan hakekat hukum. Penegak hukum bukan lagi “tuan” atas perbuatannya, tetapi “tuan” bagi kekuasaan, uang dan jabatan. Haruslah disadari benar bahwa upaya menegakkan hukum tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Untuk menegakkan hukum dan membumikan keadilan dalam kehidupan masyarakat, seorang penegak hukum harus terlebih dahulu taat hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral etika dalam berperilaku. Ia harus mampu menegakkan keduanya, menegakkan etika dalam dirinya dan menegakkan hukum dalam kehidupan masyarakat. Kalau kedua hal ini terpenuhi, diharapkan keadilan akan tegak dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kejadian-kejadian yang sekarang menimpa lembaga hukum hanyalah satu proses untuk terciptanya wibawa hukum. Sikap mawas diri merupakan langkah terpuji yang seyogyanya dibarengi dengan upaya-upaya yang bersifat sistemik dari lembaga-lembaga hukum mulai kejaksaan, kepolisian, kehakiman, dan organisasi penegak hukum. Sudah saatnya lembaga-lembaga penegak hukum melakukan:
1.        Pertama, evaluasi berkesinambungan atas semua program dan kebijaksanaan yang sudah dicanangkan, agar dapat mengurangi kendala yang dihadapi,
2.        Kedua, klarifikasi kasus-kasus besar yang diputuskan oleh pengadilan, sehingga masyarakat mengetahui secara jelas pertimbangan hukum dan dasar-dasar hukum yang digunakan,
3.        Ketiga, adalah orientasi visi dan misi lembaga penegak hukum agar mengutamakan keadilan substansial. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia dibidang hukum mutlak perlu.
Selain itu, diperlukannya pembentukan generasi penerus dengan pemahaman mengenai kode etik profesi hukum dan pentingnya kode etik profesi hukum, dengan begitu baru bisa terciptanya penegak hukum yang sesuai dengan kode etik profesi hukum.





Kunjungan Kantor PPSA Pelabuhan 4 Makassar

KUNJUNGAN KANTOR PPSA PELABUHAN 4  MAKASSAR Chapter 1
Pembinbing              : Pak Ilyas Asisten Manager PPSA Makassar
Komandan Pleton     : Dedeng Rusdianto Mansyur
Editor / Notulen        : Andi Oddang

Kantor Pusat Layanan Satu Atap adalah Pusat Pelayanan Satu Atap (PPSA)  pelabuhan Makassar  adalah ruangan utama dimana masyarakat ataupun pengguna jasa bidang kepelabuhanan melakukan pengajuan permohonan berbagai pelayanan, baik pelayanan berupa informasi maupun pelayanan jasa bidang kepelabuhanan.  Ruangan PPSA di design sedemikian rupa sehingga para pengguna jasa tetap merasa nyaman ketika mencari informasi, mengajukan permohonan pelayanan, melakukan pembayaran, melakukan transaksi perbankan dan mengajukan komplain maupun melakukan meeting harian bersama terkait dengan pelayanan jasa kapal dan barang.
PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) membagi segmen usahanya menjadi beberapa bagian diantaranya :
A.    Pelayanan Kapal, yang meliputi : 

Penyediaan dan pelayanan Jasa Labuh (anchorage service)

Penyediaan dan Pelayanan Jasa Pandu (Pilotage)

Penyediaan dan Pelayanan Jasa Tunda
Penyediaan dan Pelayanan Jasa Tambat
Penyediaan air bersih untuk kapal


B.     Pelayanan Barang

Jasa Bongkar Muat

Tenaga Bongkar Muat
Pemanfaatan Gudang
Lapangan Penumpukan
Dermaga
Pemadam Kebakaran


C.     Pelayanan Rupa-Rupa Usaha 

Untuk Pelayanan selain kapal dan barang, PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) juga menyediakan pelayanan lain yaitu : Pelayanan Terminal Penumpang, Pas Pelabuhan, Terminal Konvensional (stevedoring, cargodoring, receiving/delivery), Terminal Petikemas (Pelayanan paket FCL/LCL,penumpukan petikemas, gudang CFS, Delivery/receiving petikemas, dermaga,dsb), Pengusahaan Peralatan (pemanfaatan alat mekanik dan non-mekanik), dan Pelayanan TBL (pemanfaatan tanah, pemanfaatan bangunan, pelayanan listrik).


Documentasi Kunjungan Kantor PPSA Pelabuhan 4 Makassar
























 

Sabtu, 06 Oktober 2012

Manajemen Transportasi Laut

Manajemen Transportasi Laut

DALAM UU.NO.17 Th.2008, Ttg PELAYARAN :

  1. PELAYARAN ADALAH SATU KESATUAN SISTEM YANG TERDIRI ATAS ANGKUTAN DI PERAIRAN, KEPELABUHANAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN, SERTAPERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
  2. ANGKUTAN DI PERAIRAN ADALAH KEGIATAN MENGANGKUT DAN/ATAU MEMINDAHKAN PENUMPANG DAN/ATAU BARANG DENGAN MENGGUNAKAN KAPAL KEPELABUHANAN ADALAH SEGALA SESUATU YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN FUNGSI PELABUHAN UNTUK MENUNJANG KELANCARAN, KEAMANAN,DAN KETERTIBAN ARUS LALU LINTAS KAPAL DAN/ATAU BARANG, KESELAMATAN DAN KEAMANAN BERLAYAR, TEMPAT PERPINDAHAN INTRA DANATAU ANTARMODA SERTA MENDORONG PEREKONOMIAN NASIONAL DAN DAERAH DENGAN TETAP MEMPERHATIKAN TATA RUANG WILAYAH
  3. KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ADALAH SUATU KEADAAN TERPENUHINYA PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN YANG MENYANGKUT  ANGKUTAN PERAIRAN, KEPELABUHANAN DAN LINGKUNGAN MARITIM 


 WAYS
  1. DITATA SECARA TERPADU INTRA DAN MODA TRANSPORTASIMENDORONG DAN MENUNJANG SEKTOR PEMBANGUNAN 
  2. DITATA DALAM JARINGAN PELAYANAN UTAMA, DAN PENGUMPANAN.
  3. DITETAPKAN PERSYARATAN PEMBANGUNAN, PENGOPRASIAN DAN 
  4. PEMELIHARAAN UNTUK MENJAMIN KESELAMATAN.
  5. DELENGKAPI DENGAN SARANA UNTUK KEAMANAN, KETERTIBAN DAN 
  6. KELANCARAN DALAM BERLALULINTAS
  7. DITETAPKAN PENANGGUNG JAWAB PEMBINAAN, PEMBANGUNAN,
  8. PENGOPRASIAN SERTA PEMELIHARAAN.
  9. IATUR TARIF UNTUK SETIAP PENGGUNAANNYA. 
  10. DIATUR SANKSI PIDANA UNTUK SETIAP PELANGGARAN/TINDAK PIDANA


VEHICLES
  • DI TETAPKAN PERSAYARATAN TEKNIS UNTUK KELAIKANNYA.
  • DIATUR KETENTUAN PENGUJIAN GUAN PEMENUHAN PERSYARATAN LAIK OPERASI.
  • DIATUR  KEWAJIBAN  UNTUK  MENDAFTARKAN/MEMPEROLEH  TANDA KEBANGSAAN.
  • DITETAPKAN AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG/KEBISINGAN DALAM RANGKA
  • PELESTARIAN LINGKUNGAN.
  • DITETAPKAN PERSYARATAN KESELAMATAN SELAMA PENGOPRASIAN.
  • DITETAPKAN TATA CARA PENGOPRASIAN SERTA PEMELIHARAAN.
  • DILAKUKAN PENGUJIAN SECARA BERKALA UNTUK TETAP MENJAMIN KELAIKAN.
  • DIATUR PERIZINAN,  PENGUSAHAAN DAN TARIF ANGKUTAN ORANG DAN BARANG, SERTA TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DAN ASURANSI
  •   DILAKUKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN OLEH PEJABAT YANG BERWENANG.
  • DITETAPKAN LARANGAN DAN SANKSI PIDANA.






KESELAMATAN DAN KEAMANAN 
PELAYARAN 

MELIPUTI :

KESELAMATAN DAN KEAMANAN  ANGKUTAN DI PERAIRAN,KESELAMATAN DAN KEAMANAN nANGKUTAN DI PELABUHAN, ERTA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN  MARITIM.



Jumat, 05 Oktober 2012

Makalah Pengantar Ilmu Hukum


Hak Asasi Manusia di Indonesia:

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketika manusia dilahirkan ia dinisbatkan menjadi seorang manusia individu dan sosial. Dibalik seorang manusia sosial ia mempunyai kewajiban sebagai bagian dari masyarakat sedangkan sebagai manusia individu ia memiliki hak-hak. Walaupun secara individual ia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri tetapi penekanan dari tanggung jawab disebabkan karena sifat manusia yang saling berinteraksi dengan yang lain sehingga dibutuhkan sebuah aturan dimana kepentingan mereka dapat terlindungi.
 Dibalik kewajiban, manusia juga memiliki hak yang harus dipenuhi. Hak adalah segala sesuatu yang berupa milik, kewenangan atau kekuasaan yang dilindungi oleh hukum. Hak tersebut melekat kepada semua manusia sehingga kita sering mengenal sebuah konsepsi mengenai hak asasi manusia.
Di dalam dimensi sebuah negara manusia yang memiliki kedudukan sebagai warga negara juga memiliki hak dan kewajiban. Kedua hal tersebut dilindungi oleh negara sebagai organisasi yang memiliki kekuasaan tertinggi. Negara mengatur hak dan kewajiban dengan norma dan nilai atau kebijakan lain yang akan menjaga warga negaranya dari perselisihan akibat bentrokan atau perbedaan kepentingan. Mungkin bisa dikatakan bahwa berdirinya sebuah negara adalah untuk melindungi kepentingan atau hak dari warga negaranya.
Kita bisa melihat bahwa setiap negara memiliki tujuan yang berbeda-beda, termasuk indonesia. Tujuan negara adalah sebuah konsep ideal yang akan memberikan arah perjalanan baginya. Di dalam tujuan tersebut pula secara tersirat maupun langsung kita akan melihat bagaimana suatu negara melihat hak-hak warga negaranya. Penulis rasa di dunia ini tidak ada satu negara pun yang memiliki tujuan yang merugikan hak-hak atau kepentingan warga negaranya karena sebuah negara tercipta karena keinginan bersama atau konsensus dari warga negeranya untuk menciptakan sebuah organisasi yang mampu menjaga kepentingannya.
Walaupun sampai saat ini kita masih banyak menemukan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh suatu negara. Di dalam ruang lingkup Indonesia baru-baru ini kita masih melihat banyak hak-hak warga negara yang dilanggar oleh negara. Hak-hak dasar yang seharusnya dijamin oleh pemerintah sampai saat ini masih belum bisa dirasakan oleh rakyat pada umumnya.
Jika kita melihat Indonesia saat ini, penulis kira perhatian pemerintah terhadap perlindungan HAM sudah semakin baik. Pembentukan komisi hak asasi manusia (Komnasham) adalah sebuah bukti bahwa pemerintah mulai lebih memerhatikan hak-hak warga negaranya. Walaupun kita masih banyak menemukan berbagai kekurangan tetapi setidaknya Indonesia saat ini masih berada dalam tahap penyesuaian dari zaman orde baru dimana persepsi otoritarianin dan pelanggaran ham melekat di zaman ini menuju sebuah negara demokrasi yang sesungguhnya.
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah menguraikan konsepsi HAM yang dianut oleh Indonesia dan konsepsi HAM secara internasional. Makalah ini membahas kedua konsepsi tersebut karena HAM merupakan bagian dari hukum internasional sedangkan Indonesia adalah bagian dari pemerintah dunia. Selain itu juga akan dibahas mengenai praktek perlindungan HAM di Indonesia sebagai implementasi dari konsep tersebut. Harapannya kita dapat melihat apakah Indonesia telah berada pada jalur yang tepat untuk mewujudkan tujuan nasionalnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsepsi HAM di Indonesia?
2.      Bagaimanakah praktek perlindungan HAM di Indonesia?
3.      Masalah apakah yang terjadi dalam perlindungan HAM di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui bagaimana Indonesia memandang HAM
2.      Mengetahui tujuan nasional Indonesia terkait dengan HAM
3.      Mengetahui praktek perlindungan HAM di Indonesia

         BAB II
ISI

A.    Konsepsi HAM Indonesia dan Internasional
Setiap negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak setiap warga negaranya. The Declaration of the Causes and Necessity of Taking Arms yang dideklarasikan pada tahun 1775 menyatakan bahwa “Pemerintah dibentuk untuk memajukan kesejahteraan umat manusia, dan harus dikelola demi tercapainya tujuan tersebut”. Dari deklarasi secara eksplisit dijelaskan bahwa tujuan semata-mata dari berdirinya negara adalah untuk melindungi HAM warga negaranya. Hal itu wajar karena pemerintah mendapatkan otoritas hasil dari kesepakatan rakyatnya.
Di Indonesia konsepsi mengenai kewajiban negara untuk melindungi hak-hak warga negaranya dapat kita lihat dari tujuan negara yang tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Disebutkan bahwa tujuan dari Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.
Dari tujuan negara tersebut kita dapat mengetahui bahwa negara Indonesia menjamin kebutuhan dasar setiap warga negaranya seperti kebutuhan akan pangan, sandang, kesehatan, papan, hukum dll. Hal tersebut diperkuat pada pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 45 yaitu dalam pasal 27 sampai 34. Hak-hak tersebut meliputi kedudukan yang sama di dalam hukum hingga jaminan fasilitas sosial yang layak oleh pemerintah.
Cara pandang Indonesia dalam melihat hak-hak warga negara sangat penting karena sebuah mindset menjadi dasar dalam melindungi hak warga negara. Mindset menjadi arah bagaimana Indonesia berusaha untuk melindungi hak-hak warga negara yang dikristalkan dalam kewajiban-kewajiban negara terhadap warga negaranya.
Konsepsi mengenai HAM dapat kita lihat dari Tap MPR No XVII /1998. Berdasar ketentuan tersebut hak asasi manusia didefinisikan sebagai hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
Konsekuensi dengan adanya pasal-pasal tersebut maka negara berkewajiban untuk melaksanakan undang-undang tersebut.  Apalagi saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad menjadikan Indonesia sebagai contoh dalam penegakan HAM, terutama di kawasan ASEAN. Penegasan itu disampaikan Presiden, Minggu (1/3) menanggapi pembentukan Badan HAM yang masuk dalam agenda KTT ASEAN di Hua Hin dan Cha-am, Thailand.
Perlindungan HAM seharusnya bukan menjadi beban negara, tetapi merupakan jalan pemerintah menjalankan amanahnya sebagai organisasi otoritas tertinggi.

B.     Pelanggaran HAM di Indonesia, Inkosistensi Dari Tujuan Nasional
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki otoritas tertinggi dalam suatu wilayah dan dipercaya oleh rakyatnya untuk mengatur kehidupan sosial dan bernegara. Pemerintah didirikan dengan sebuah tujuan untuk mensejahterakan kehidupan sosial rakyatnya. Tujuan tersebut dipertegas dengan kewajiban negara untuk menjamin warga negaranya.
Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh negara diantaranya sebagai berikut:
1.    kewajiban untuk menghormati: kewajiban menghargai ini menuntut negara, dan semua organ dan agen (aparat)-nya, untuk tidak bertindak apapun yang melanggar integritas individu atau kelompok atau pelanggaran pada kebebasan mereka,
2.    kewajiban untuk melindungi: kewajiban untuk melindungi menuntut negara dan agen (aparat)-nya melakukan tindakan yang memadai guna melindungi warga individu dari pelanggaran hak-hak individu atau kelompok, termasuk pencegahan atau pelanggaran atas penikmat kebebasan mereka,
3.    Kewajiban untuk memenuhi: kewajiban untuk memenuhi ini menuntut negara melakukan tindakan yang memadai untuk menjamin setiap orang di dalam peluang yurisdiksinya untuk memberikan kepuasan kepada mereka yang memerlukan yang telah dikenal di dalam instrumen hak asasi dan tidak dapat dipenuhi oleh upaya pribadi.

Pelanggaran HAM dapat terjadi apabila pemerintah tidak memenuhi kewajibannya terhadap negara. Pelanggaran digolongkan menjadi dua, yaitu acts of commission ( tindakan untuk melakukan) oleh pihak negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai oleh

negara, dan acts of ommission (tindakan untuk tidak melakukan tindakan apapun) oleh negara. Pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh negara lewat agen-agennya (Polisi, Angkatan Bersenjata dan setiap orang yang bertindak dengan kewenangan dari negara) melawan individu (English & Stapleton, 1997: 4).
Permasalahan perlindungan HAM di Indonesia juga disebabkan karena inkosistensi penegakan hukum. Hukum sebagai alat penyelesaian sengketa dan pengendalian sosial yang tidak berjalan sebagaimana mestinya akan menyebabkan ketidakpastian terhadap perlindungan HAM. Sebut saja kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara
Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama yang merugikan negara milyaran rupiah. PN Jakpus hanya menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah kepada Mohammad “Bob” Hasan. Sedangkan kasus pencurian dua buah kakao seharga Rp 5.000, tersangka “Minah” harus mendekap dalam penjara selama dua bulan.
Dari kasus diatas terlihat bahwa pelanggaran HAM di Indonesia juga disebabkan karena inkonsistensi penegakan hukum yang pada akhirnya akan menimbulkan inkosistensi pemerintah dalam mencapai tujuan nasional.

A.    Perjalanan Penegakan HAM di Indonesia Untuk Mencapai Tujuan Nasional
Memori kita terhadap otoritarian orde baru masih belum terlupakan dalam benak kita. Perjalanan menuju tatanan pemerintah yang lebih demokratis sedang dijalani oleh bangsa ini. Jika pada zaman orde baru pemerintah melakukan pendekatan security untuk menjaga stabilitas negara maka saat ini hal tersebut telah banyak dikurangi dan beralih pada pendekatan demokratis.
Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU 39/1999) menjadi titik terang dalam penegakan HAM di Indonesia walaupun banyak laporan pelanggaran HAM yang dilaporkan pada lembaga ini sampai saat ini belum jelas penyelesainnya. Namun setidaknya ada sebuah lembaga yang menjadi kontrol dan pengawas pemerintah dalam penegakan HAM di Indonesia.
Desentralisasi atau otonomi daerah juga telah mengembalikan kedaulatan ke pihak semestinya yaitu pada tangan rakyat. Setelah sekitar 30 tahun terjadi pemusatan kekuasaan pada penguasa saat ini kita dapat melihat bahwa nilai-nilai demokrasi telah muncul dalam kehidupan bernegara. Dengan adanya otonomi daerah tersesbut kita juga dapat melihat bahwa perlahan masyarakat berani memperjuangkan hak-haknya. Pemerintah juga lebih peduli dengan kewajibannya sebagai penjamin hak warga negaranya.
Kita juga pantas mengepresiasi pemerintah karena berani memasukkan komitmen penegakan HAM dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai tindak lanjut dari penjabaran dari program-program yang disampaikan oleh Presiden pada saat kampanye. Sementara pada tataran regional, khususnya di kawasan Asia Tenggara, tercatat adanya kemajuan yang penting. Hal ini antara lain dengan terbentuknya lembaga atau badan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR). Dengan lahirnya badan tersebut, diharapkan dapat memberikan peranan yang berarti dalam rangka pemajuan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara.
Semoga dengan upaya-upaya yang telah dilakukan, penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Kewajiban-kewajiban negara dalam menjamin hak warga negara dapat terjaga sehingga tujuan nasional Indonesia dapat terwujud.
BAB III
KESIMPULAN

Desakan untuk menegakkah HA di Indonesia datang dari berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun dalam luar negeri. Konsepsi mengenai HAM telah lama menjadi pembahasan di Indonesia namun prakteknya kita masih menemukan terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah.Pemerintah sebagai organisasi yang mempunyai otoritas tertinggi mempunyai kewajiban untuk menegakkan HAM di wilayahnya. Jika pemerintah meyadari latar belakang berdirinya suatu negara maka penegakan HAM bukanlah merupakan suatu beban, tetapi merupakan tujuan nasional yang harus segera diwujudkan.Usaha yang telah dilakukan pemerintah dengan pembentukan Komnasham menandakan bahwa pemerintah telah peduli dengan HAM. Sayangnya masih banyak kekurangan lain yang harus dibenahi seperti inkosistensi hukum sebagai alat penyelesaian sengketa dan pengendalian sosial. Harapannya perbaikan-perbaikan itu akan menggiring Indonesia ke dalam jalan yang akan menghantarkannya menggapai tujuan nasional.