Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 28 Juli 2012

makalah Ilmu Hukum

Perundang Undangan Nasional



BAB I
Pendahuluan
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
1.      Peraturan perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
2.      Jenis dan Hierarki
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ketetapan MPR Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Presiden (Perpres) Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di Provinsi Papuadan Papua Barat.
Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Undang Undang Dasar 1945 UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Naskah resmi UUD 1945 adalah: Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002). Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah dinyatakan dalam Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.Undang UndangUndang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.


3.      Materi muatan Undang-Undang adalah:
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
4.      Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5.      Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
6.      Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
7.      Pengundangan Peraturan Perundang-undangan
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Namun demikian bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan azas sesuai dengan kebutuhan hukum. Penyerapan kata atau frasa bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan, jika kata atau frasa tersebut memiliki konotasi yang cocok, lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia, mempunyai corak internasional, lebih mempermudah tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
8.      Ketetapan MPR
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPRDPD,BPKMA, dan MK).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres, serta memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.



9.      Makna dan Pentingnya Perundang-undangan
Dalam pergaulan hidup sehari hari, kita senantiasa diatur oleh peraturan, baik yang tertulis juga peraturan tidak tertulis. Demikian juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua kegiatan warganegara diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
Makna Pentingnya Peraturan Perundangan Nasional bagi warga negara. 
Peraturan perundang-undangan nasional adalah peraturan tertulis yang telah dibuat oleh lembaga yang berwenang sebagai pedoman warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lembaga yang berwenang membentuk perundang-undangan nasional adalah Pemerintah (presiden) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam kehidupan bermasyarakat peraturan perundangan sangat penting karena berfungsi mengatur kehidupan warga negara dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Misalnya dalam penerapan undang-undang berlalu lintas. Jika masyarakat tidak mentaati peraturan berlalu lintas maka akan terjadi ketidak tertiban, kemacetan bahkan akan terjadi tabrakan.Sebaliknya jika masyarakat tertib dan mentaati peraturan maka akan tercipta keteraturan dan kenyamanan.
Di Negara kita (Indonesia) terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang . Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang –undangan di negara Indonesia , dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (PERPU), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Daerah (Perda).
Tata urutan perundangan tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.Untuk memperjelas tentang Tata urutan Peraturan Perundangan, perhatikan Skema Tata Urutan Peraturan Perundangan berikut ini sesuai dengan Tap.III/MPR/2000

UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang terdiri dari pembukaan (empat alinea) dan pasal-pasal (berjumlah 37 pasal). UUD 1945 yang sekarang dipakai dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia telah mengalami 4 kali amandemen (perubahan) yang dilakukan oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Ketetapan MPR adalah peraturan yang dibentuk oleh majlis permusyawaratan rakyat untuk melaksanakan UUD 1945. Bentuk peraturan yang dihasilkan oleh lembaga MPR /berupa ketetapan (Tap), juga berbentuk keputusan MPR Ketetapan MPR adalah putusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar atau kedalam majelis (seluruh warga negara RI).

Keputusan MPR adalah putusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam (anggota majelis)
Undang-undang yaitu bentuk peraturan perundangan yang diadakan untuk melaksanakan undang-undang dasar serta ketetapan MPR. Lembaga yang berwenang membentuk Undang-udang adalah lembaga DPR dan Pemerintah (Presiden). Untuk lebih jelas lihat UUD 1945 pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 3
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Perpu ditetapkan oleh Presiden jika negara dalam keadaan bahaya, tanpa melalui persetujuan DPR, tetapi DPR tetap mengawasi pelaksanaan Perpu tersebut. Untuk lebih jelas silahkan lihat UUD 1945 pasal 22.Peraturan Pemerintah yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Presiden yang bertujuan melaksanakan perintah undang-undang. Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat ( ibu kota negara) dan pemerintah daerah (provinsi). Jadi peraturan pemerintah terdiri dari peraturan pemerintah pusat dan peraturan pemerintah daerah. Contoh peraturan pemerintah pusat dapat berupa peraturan presiden, Keputusan menteri dan lainnya.  Contoh peraturan daerah yakni peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh daerah provinsi maupun tingkat kota atau kabupaten.
Keputusan presiden(Keppres) yaitu keputusan yang dibuat oleh presiden. Berfungsi antara lain mengatur pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
Peraturan daerah (Perda) yaitu peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi daerahnya, sebagai pelaksanaan dari peraturan di atasnya. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat.
Bab II
Pembahasan

A. Pentingnya Peraturan Perundang-Undangan Nasional bagi Warga Negara
Menurut ahli filsafat bangsa Yunani Aristoteles, manusia itu adalah zoon politicon, artinya manusia selalu berkeinginan untuk hidup bersama sehingga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia cenderung untuk hidup berkelompok atau bermasyarakat.
Dalam kehidupan bersama dengan orang lain, mungkin terjadi hubungan yang baik dan harmonis, akan tetapi mungkin juga terjadi pertentangan, perselisihan, dan benturan-benturan kepentingan di antara anggota masyarakat. Untuk mengatasi semua ini, perlu ada norma dalam masyarakat yang mengatur kehidupan masyarakat tertib, tentram dan harmonis.
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan norma adalah pedoman, patokan, atau aturan bagi seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku di dalam masyarakat. Ada beberapa macam norma dalam masyarakat, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum.
1. Norma Agama
Norma agama adalah norma yang bersumber pada wahyu Tuhan dan ini berisi larangan – larangan, perintah dan anjuran yang wajib ditaati oleh umat manusia. Norma agama bertujuan untuk menguasai dan mengatur kehidupan pribadi dalam mempercayai atau meyakini kekuatan Tuhan Maha Esa. Contoh norm agama antara lain sebagai berikut :
a. “Jangan berbuat riba! Barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama – lamanya.” (QS.Albaqarah:275)
b. “Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu.”(Keluaran: 20:12).
Norma agama bersifat umum dan universal serta berlaku bagi seluruh golonagan manusia di dunia.

2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang dianggap bersumber dari hati nurani manusia (insan kamil atau menyangkut hasrat-hasrat rohaniah yang tidak dapat atau tidak perlu kelihatan). Ajaran norma ini, antara lain jangan membenci sesama manusia, tidak boleh curiga, tidak berkhianat dan sebaainya. Contoh norma kesusilaan sebagai berikut :
a. Hendaklah engkau berlaku jujur
b. Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia
c. Janganlah engkau membunuh sesamamu
3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan timbul akibat pergaulan segolongan manusia. Norma kesopanan (kaidah sopan santun) lahir dari suatu kebiasaan (apa-apa yang biasa di dalam hidup antarpribadi) manusia, meskipun tetapi tidak semua kebiasaan adalah sopan santun. Contoh norma kesopanan sebagai berikut :
a. Orang muda harus menghormati orang lebih tua
b. Tidak boleh meludah di lantai atau di sembarang tempat.
c. Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain (terutama wanita yang tua,hamil, atau membawa bayi)
4. Norma Hukum
Norma hukum adalah norma yang dibuat oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang. Norma hukum sangat tegas. Bagi siapa yang melanggar hukum akan memperoleh sanski hukum. Hukuman akan dijatuhkan setelah melalui proses pengadilan. Contoh norma hukum sebagai berikut:
a. Barang siapa yang dengan sengaja mengambil jiwa orang lain, dipidana karena membunuh dengan hukuman setinggi – tingginya 15 tahun (norma hukum pidana).
b. Orang yang tidak memenuhi suatu keterikatan yang diadakan, diwajibkan mengganti kerugian, misalnya jual beli, sewa-menyewa, ( norma hukum perdata).
c. Suatu persoalan terbatas harus didirikan dengan akta notaris dan disetujui oleh Departemen Kehakiman (norma hukum dagang).

Dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Ini berarti bahwa Indonesia segala sesuatu harus didasarkan dan tunduk pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menciptakan kehidupan kenegaraan yang baik dan terciptanya tertib hukum bagi lembaga negara ataupun warga negara, diperlukan suatu peraturan perundang – undangan nasional.
Penyusunan peraturan perundang – undangan harus bersumber pada sumber hukum. Sumber hukum tersebut dipergunakan sebagai bahan penyusunan peraturan perundang – undangan. Sumber hukum bias tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum nasional kita adalah Pancasila (sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD 1945) dan Batang Tubuh UUD 1945.
Peraturan perundang – undangan Republik Indonesia setelah reformasi bergulir, diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang – undangan, yaitu sebagai berikut :
1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 adalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara Indonesia sebagai hukum dasar tertulis yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara sehingga Undang – Undang Dasar 1945 bersifat supel. Tujuannya adalah untuk memberikan tempat bagi pemikiran – pemikiran yang sesuai dengan dinamika revolusi.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan putusan MPR sebagai pengembangan kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang – sidang MPR. Ada dua keputusan MPR.
a. Ketetapan, yaitu keputusan MPR yang mengikat baik ke dalam ataupun keluar majelis.
b. Keputusan, yaitu keputusan MPR yang mengikat kedalam mejelis saja.
3. Undang – Undang
Udang – Undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 serta Ketetapan MPR. Menurut sistem Undang – Undang Dasar 1945, suatu undang – undang merupakan produk bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian suatu peraturan dapat dinamakan undang – undang apabila dibuat oleh Presiden dan DPR.
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang
Peraturan pemerintah pengganti udang – undang oleh pemerintah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah pengganti undang – undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak oleh DPR, Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dibuat pemerintah untuk melaksanakan udang – undang.
6. Keputusan Presiden
Keputusan Presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsinya dan tugasnyaberupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintah.
7. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD I bersama Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat DPRD II bersama Bupati/Walikota.
c. Peraturan Desa atau yang setingkat dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang setingkat. Sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
B. Alur Proses Penyusunan Perundang – Undangan Nasional serta Pihak – Pihak yang Terlibat
Alur proses penyusunan perundang – undangan nasional serta pihak – pihak yang terlibat.
1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan peraturan negara yang tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang – undangan Republik Indonesia. Rancangan UUD ini mulai dibahas dalam sidang – sidang BPUPKI dan kemudian menjadi UUD negara Republik Indonesia setelah ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sekarang UUD 1945 telah mengalami perubahan atau amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan. Amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Amandemen pertama disahkan pada 19 Agustus 1999.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 5, 7, 9, 13, 14, 17, 20, 21.
b. Amandemen kedua disahkan pada 18 Agustus 2000.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 18, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30 dan 36.
c. Amandemen ketiga disahkan pada 10 November 2001.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23 dan 24.
d. Amandemen keempat disahkan pada 10 Agustus 2002.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
Dari uaraian di atas, sekarang kita dapat menyebutkan pihak – pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penetapan UUD 1945, yaitu .
a. Anggota BPUPKI
b. Anggota PPKI
c. Anggota MPR
2. Ketetapan MPR
Berdasarkan Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1999 tentang peraturan tata tertib MPR RI bab XII, dijelaskan sebagai berikut.
a. Pembuatan putusan – putusan majelis dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali untuk laporan pertanggung jawaban presiden dan hal – hal lain yang dianggap perlu oleh Majelis (Pasal 91).
b. Keempat tingkat pembicaraan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tingkat I
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan – bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan Majelis sebagai bahan pokok pembicaraan Tingkat II.
2) Tingkat II
Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.
3) Tingkat III
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan Rancangan Ketetapan Keputusan Mejelis.
4) Tingkat IV
Pengambilan putusan oleh rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari pimpinan komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pembuat Keputusan maupun Ketetapan MPR adalah para anggota MPR.
3. Undang – Undang
Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa kekuasaan membentuk undang – undang dipegan oleh DPR. Dalam Pasal 5 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa: “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”Selanjutnya dalam Pasal 20 Ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Setiap rencana undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Dari penegasan pasal – pasal tersebut, maka diketahui sebagai berikut.
a. Undang – undang dibuat DPR bersama Presiden (Pemerintah).
b. Rancangan undang – undang dapat berasal dari DPR, dapat juga berasal dari Presiden (Pemerintah).
Proses pembentukan (pembuatan) undang – undang pada dasarnya terdiri atas tiga tahap berikut.
a. Proses penyiapan rancangan undang – undang yang merupakan proses penyusunan dan perencanaan di lingkungan Pemerintah, atau di lingkungan DPR (dalam hal rancangan undang-undang berasal dari atau usul inisiatif DPR).
b. Proses mendapatkan persetujuan yang merupakan pembahasan DPR.
c. Proses pengesahan (oleh Presiden) dan pengundangan (oleh Mentri Sekretasris Negara atas perintah Presiden).
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (PERPU)
Proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak serumit dan sepanjang penyusunan undang-undang. Hal ini mengingat, bahwa PERPU disusun berdasarkan keadaan darurat atau mendesak yang memerlukan pengaturan cepat, sedangkan kalau dengan undang-undang diperlukan proses yang lama.
Ada 2 kemungkinan dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
a. Kemungkinan Pertama
Mentri atau kepala LPND member tahu Presiden melalui Sekretariat Negara. Kemudian Presiden akan membuat suatu rancangan PERPU. Setelah diselesaikan penyusunannya oleh Sekretariat Negara (dalam hal ini oleh Biro Hukum dan Perundang-undangan), maka Presiden kemudian menetapkan PERPU tersebut.
b. Kemungkinan Kedua
Presiden berpendapat bahwa perlu dibentuk suatu peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU). Dalam hal demikian, Presiden meminta dibuat suatu konsep rancangan PERPU yang akan diselesaikan oleh Sekretariat (Biro Hukum dan Perundang-undangan). Setelah selesai, rancangan PERPU diserahkan kembali kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani, PERPU yang telah ditetapkan Presiden tersebut kemudian diundangkan oleh Mentri Sekretariat Negara, dan dimasukkan dalam lembaran negara. PERPU ini sudah berlaku mengikat umum.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan PERPU adalah Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Sekretariat Negara (Mentri dan Staf Biro Hukum dan Perundang-undang).
5. Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 15 Tahun 1970, proses pembentukan Peraturan  Pemerintah (PP) adalah sebagai berikut.
a. Pimpinan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dapat mengajukan prakarsa kepada Presiden yang memuat urgensi, argumentasi, dan pokok-pokok materi suatu masalah yang akan dituangkan ke dalam rancangan Peraturan Pemerintah tersebut untuk memperoleh izin atau persetujuan dari Presiden.
b. Setelah diteliti oleh Sekretariat Negara, kemudian Presiden menentukan menyetujui atau menolak.
c. Apabila Presiden menyetujui, maka dibentuklah panitia interdepartemen atau panitia antardepartemen untuk membahas dan mempersiapkan rancangan Peraturan Pemerintah. Setelah selesai, hasilnya dilaporkan kepada pimpinan departemen atau pimpinan LPDN yang bersangkutan
d. Rancangan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan mentri/pimpinan lembaga pemerintah yang terkait, Mentri Kehakiman, dan Sekretariat kabinet untuk mendapatkan tanggapan dan pertimbangan una penyempurnaan rancanan Peraturan Pemerintah
e. Setelah dipandang baik, rancangan PP tersebut kemudian diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani.
f. Setelah ditetapkan rancangan PP diundangkan oleh Mentri Sekretaris Negara.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan Peraturan Pemerintah yaitu Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Mentri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet.
6. Keputusan Presiden
Proses pembentuka suatu keputusan presiden, sebenarnya tidak begitu berbeda dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, yaitu dimulai dari pembentukan Panitia-panitia yang bertugas untuk merumuskan, dan menuangkan semua permasalahan di dalam rancangan keputusan presiden. Apabila rancangan tersebut sudah selesai, maka presiden akan mendatangani dan menetapkan keputusan presiden tersebut. Jadi pihak – pihak yang terlibatpun hampir sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan PP, yaitu :
a. Presiden
b. Mentri terkait
c. Mentri Sekretaris Negara
7. Peraturan Daerah
Proses penyusunan Peraturan Daerah dimulai dengan pengajuan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari kepala daerah dan prakarsa DPRD. Prosesnya sebagai berikut.
a. Rancangan Peraturan daerah disampaikan pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD.
b. Pembahasan dilakukan melalui 4 tahapan pembicaraan, kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain.
C. Sikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang Tidak Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus diperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat karena kedaulatan memang berada di tangan rakyat. Dengan demikian, maka setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku benar-benar menjadi wahana terciptanya tertib hukum guna tercapainya tujuan nasional negara kita. Tujuan negara kita adalah seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdasakan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Apabila suatu peraturan perundang-undangan ternyata tidak menampung atau memperhatikan aspirasi rakyat, maka masyarakat dapat secara efektif menyampaikan ataupun mendesakkan aspirasinya dengan cara yang dibenarkan undang-undang kepada badan/lembaga yang berwenang. Tujuannya, agar peraturan perundang-undangan dapat dibuat lebih baik dan aspiratif sehingga dapat berbentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin ketertiban, ketentraman, hak kepentingan umum, dan keselamatan bangsa dan negara. Sikap kritis yang dilakukan dengan benar oleh masyarakat merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi terciptanya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik dan demokratis.
D. Sikap Patuh terhadap Perundang-Undangan Nasional
Di negara hukum, semua orang harus tunduk kepada hukum yang berlaku tanpa kecuali. Demikian juga kita yang hidup di negara hukum Indonesia tercinta ini, harus patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia sebab pada dasarnya hukum di buat untuk kebaikan kita semua. Alasan lain mengapa kita harus patuh pada hukum adalah karena kepatuhan terhadap hukum menciptakan tertib hukum dan tertib hukum menjamin tercapainya tujuan negara kita.
Sebaliknya, apabila kita tidak patuh pada hukum, maka akan tercipta ketidaktertiban masyrakat bahkan kekacauan dalam masyarakat sehingga meresahkan dan menyengsarakan masyarakat itu sendiri. Oleh Karen itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain, dan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
KESIMPULAN
a. Selain sebagai makhluk pribadi, manusia juga mahkluk sosial. Manusia menjadi berarti (bermakna), jika manusia berada dan bersama masyarakat, saling berhubungan dan bekerja sama.
b. Dalam berkehidupan bersama di masyarakat perlu ada norma yang mengaturnya sehingga tidak terjadi benturan kepentingan antara satu dengan lainnya. Norma – norma yang kita kenal adalah norma agama, norma kesusilaan , norma kesopanan, dan norma hukum.
c. Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, semua harus berdasar hukum dan patuh pada hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap hukum menjamin terciptanya tertib hukum dan tercapainya tujuan nasional.
d. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, yakni UUD 1945, Ketetapab MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, PERPU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah.

Daftar Pustaka
·         id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang
·         portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/peraturan_perundangan.php
·         www.djpp.depkumham.go.id/database.../undang-undang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar