BAB I
Pendahuluan
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
1.
Peraturan perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan, dalam
konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum.
2.
Jenis dan Hierarki
Hierarki maksudnya
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945, merupakan hukum
dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia. Ketetapan MPR Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Presiden (Perpres) Peraturan Daerah (Perda), termasuk
pula Qanun yang berlaku
di Nanggroe Aceh Darussalam, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di
Provinsi Papuadan Papua Barat.
Dari Peraturan
Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya dapat
dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Undang Undang Dasar 1945 UUD
1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Naskah
resmi UUD 1945 adalah: Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali
dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi
pada tanggal Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan
Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999,
2000, 2001, 2002). Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah dinyatakan dalam
Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah
Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.Undang UndangUndang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden.
3.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga
negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan
negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta
keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang
untuk diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
4.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi
muatan Peraturan Pemerintah adalah materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5.
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan
Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
6.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Materi muatan Peraturan
Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
7.
Pengundangan Peraturan
Perundang-undangan
Agar setiap orang
mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan
menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
Bahasa peraturan
perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut
pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya.
Namun demikian bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri
yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan,
keserasian, dan ketaatan azas sesuai dengan kebutuhan hukum. Penyerapan kata
atau frasa bahasa asing yang banyak dipakai
dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan,
jika kata atau frasa tersebut memiliki konotasi yang cocok, lebih
singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia,
mempunyai corak internasional, lebih mempermudah
tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam
Bahasa Indonesia.
8.
Ketetapan MPR
Perubahan
(Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi
terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara
dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD,BPK, MA, dan MK).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat
menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu menetapkan Wapres menjadi
Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres, serta
memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersama-sama.
Dalam pergaulan hidup
sehari hari, kita senantiasa diatur oleh peraturan, baik yang tertulis juga
peraturan tidak tertulis. Demikian juga dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Semua kegiatan warganegara diatur oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Makna Pentingnya Peraturan Perundangan
Nasional bagi warga negara.
Peraturan
perundang-undangan nasional adalah peraturan tertulis yang telah dibuat oleh
lembaga yang berwenang sebagai pedoman warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lembaga yang berwenang membentuk
perundang-undangan nasional adalah Pemerintah (presiden) dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Dalam kehidupan bermasyarakat peraturan perundangan sangat penting
karena berfungsi mengatur kehidupan warga negara dalam menciptakan keamanan dan
ketertiban dalam masyarakat. Misalnya dalam penerapan undang-undang berlalu
lintas. Jika masyarakat tidak mentaati peraturan berlalu lintas maka akan
terjadi ketidak tertiban, kemacetan bahkan akan terjadi tabrakan.Sebaliknya
jika masyarakat tertib dan mentaati peraturan maka akan tercipta keteraturan
dan kenyamanan.
Di Negara kita
(Indonesia) terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya
berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa
dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis
yang telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun
temurun dan tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya
norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah
aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang . Misalnya
peraturan perundang-undangan nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000
tentang tata urutan perundang –undangan di negara Indonesia , dinyatakan
sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-undang, Peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang (PERPU), Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Daerah (Perda).
Tata urutan perundangan
tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap
peraturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di
atasnya. Jika aturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di
atasnya maka secara otomatis peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak
berlaku) demi hukum.Untuk memperjelas tentang Tata urutan Peraturan
Perundangan, perhatikan Skema Tata Urutan Peraturan Perundangan berikut ini
sesuai dengan Tap.III/MPR/2000
UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang terdiri dari pembukaan (empat alinea) dan pasal-pasal
(berjumlah 37 pasal). UUD 1945 yang sekarang dipakai dalam penyelenggaraan
negara Republik Indonesia telah mengalami 4 kali amandemen (perubahan) yang
dilakukan oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Ketetapan MPR adalah peraturan yang
dibentuk oleh majlis permusyawaratan rakyat untuk melaksanakan UUD 1945. Bentuk
peraturan yang dihasilkan oleh lembaga MPR /berupa ketetapan (Tap), juga
berbentuk keputusan MPR Ketetapan MPR adalah putusan Majelis yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat keluar atau kedalam majelis (seluruh warga negara RI).
Keputusan MPR adalah putusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam (anggota majelis)
Keputusan MPR adalah putusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam (anggota majelis)
Undang-undang yaitu bentuk peraturan
perundangan yang diadakan untuk melaksanakan undang-undang dasar serta
ketetapan MPR. Lembaga yang berwenang membentuk Undang-udang adalah lembaga DPR
dan Pemerintah (Presiden). Untuk lebih jelas lihat UUD 1945 pasal 5 ayat 1 dan
pasal 20 ayat 3
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Perpu ditetapkan oleh Presiden jika negara dalam keadaan
bahaya, tanpa melalui persetujuan DPR, tetapi DPR tetap mengawasi pelaksanaan
Perpu tersebut. Untuk lebih jelas silahkan lihat UUD 1945 pasal 22.Peraturan
Pemerintah yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Presiden yang bertujuan
melaksanakan perintah undang-undang. Yang dimaksud dengan pemerintah adalah
pemerintah pusat ( ibu kota negara) dan pemerintah daerah (provinsi). Jadi peraturan
pemerintah terdiri dari peraturan pemerintah pusat dan peraturan pemerintah
daerah. Contoh peraturan pemerintah pusat dapat berupa peraturan presiden,
Keputusan menteri dan lainnya. Contoh peraturan daerah yakni
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh daerah provinsi maupun tingkat kota
atau kabupaten.
Keputusan presiden(Keppres) yaitu
keputusan yang dibuat oleh presiden. Berfungsi antara lain mengatur pelaksanaan
administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
Peraturan daerah (Perda) yaitu peraturan
yang dibuat oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi daerahnya, sebagai
pelaksanaan dari peraturan di atasnya. Peraturan daerah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat.
Bab II
Pembahasan
A. Pentingnya
Peraturan Perundang-Undangan Nasional bagi Warga Negara
Menurut ahli filsafat bangsa Yunani Aristoteles, manusia itu
adalah zoon politicon, artinya manusia selalu berkeinginan untuk hidup
bersama sehingga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia cenderung
untuk hidup berkelompok atau bermasyarakat.
Dalam kehidupan bersama dengan orang lain, mungkin terjadi hubungan yang
baik dan harmonis, akan tetapi mungkin juga terjadi pertentangan, perselisihan,
dan benturan-benturan kepentingan di antara anggota masyarakat. Untuk mengatasi
semua ini, perlu ada norma dalam masyarakat yang mengatur kehidupan masyarakat
tertib, tentram dan harmonis.
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan norma adalah pedoman, patokan, atau
aturan bagi seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku di dalam masyarakat.
Ada beberapa macam norma dalam masyarakat, yaitu norma agama, norma kesusilaan,
norma kesopanan dan norma hukum.
1. Norma Agama
Norma agama adalah norma yang bersumber pada wahyu Tuhan dan ini berisi
larangan – larangan, perintah dan anjuran yang wajib ditaati oleh umat manusia.
Norma agama bertujuan untuk menguasai dan mengatur kehidupan pribadi dalam
mempercayai atau meyakini kekuatan Tuhan Maha Esa. Contoh norm agama antara
lain sebagai berikut :
a. “Jangan berbuat riba! Barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke
dalam neraka untuk selama – lamanya.” (QS.Albaqarah:275)
b. “Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang
diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu.”(Keluaran: 20:12).
Norma agama bersifat umum dan universal serta berlaku bagi seluruh
golonagan manusia di dunia.
2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang dianggap bersumber dari
hati nurani manusia (insan kamil atau menyangkut hasrat-hasrat rohaniah yang
tidak dapat atau tidak perlu kelihatan). Ajaran norma ini, antara lain jangan
membenci sesama manusia, tidak boleh curiga, tidak berkhianat dan sebaainya.
Contoh norma kesusilaan sebagai berikut :
a. Hendaklah engkau berlaku jujur
b. Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia
c. Janganlah engkau membunuh sesamamu
3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan timbul akibat pergaulan segolongan manusia. Norma
kesopanan (kaidah sopan santun) lahir dari suatu kebiasaan (apa-apa yang biasa
di dalam hidup antarpribadi) manusia, meskipun tetapi tidak semua kebiasaan
adalah sopan santun. Contoh norma kesopanan sebagai berikut :
a. Orang muda harus menghormati orang lebih tua
b. Tidak boleh meludah di lantai atau di sembarang tempat.
c. Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api,
bus dan lain-lain (terutama wanita yang tua,hamil, atau membawa bayi)
4. Norma Hukum
Norma hukum adalah norma yang dibuat oleh pemerintah atau pejabat yang
berwenang. Norma hukum sangat tegas. Bagi siapa yang melanggar hukum akan
memperoleh sanski hukum. Hukuman akan dijatuhkan setelah melalui proses
pengadilan. Contoh norma hukum sebagai berikut:
a. Barang siapa yang dengan sengaja mengambil jiwa orang lain,
dipidana karena membunuh dengan hukuman setinggi – tingginya 15 tahun (norma
hukum pidana).
b. Orang yang tidak memenuhi suatu keterikatan yang diadakan,
diwajibkan mengganti kerugian, misalnya jual beli, sewa-menyewa, ( norma hukum
perdata).
c. Suatu persoalan terbatas harus didirikan dengan akta notaris dan
disetujui oleh Departemen Kehakiman (norma hukum dagang).
Dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Negara
Indonesia adalah Negara Hukum.” Ini berarti bahwa Indonesia segala sesuatu
harus didasarkan dan tunduk pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk
menciptakan kehidupan kenegaraan yang baik dan terciptanya tertib hukum bagi
lembaga negara ataupun warga negara, diperlukan suatu peraturan perundang –
undangan nasional.
Penyusunan peraturan perundang – undangan harus bersumber pada sumber
hukum. Sumber hukum tersebut dipergunakan sebagai bahan penyusunan peraturan
perundang – undangan. Sumber hukum bias tertulis dan tidak tertulis. Sumber
hukum nasional kita adalah Pancasila (sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD
1945) dan Batang Tubuh UUD 1945.
Peraturan perundang – undangan Republik Indonesia setelah reformasi
bergulir, diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang – undangan, yaitu sebagai berikut :
1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 adalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara Indonesia
sebagai hukum dasar tertulis yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara sehingga Undang – Undang Dasar 1945 bersifat supel.
Tujuannya adalah untuk memberikan tempat bagi pemikiran – pemikiran yang sesuai
dengan dinamika revolusi.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan putusan MPR sebagai
pengembangan kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang – sidang MPR. Ada
dua keputusan MPR.
a. Ketetapan, yaitu keputusan MPR yang mengikat baik ke dalam ataupun
keluar majelis.
b. Keputusan, yaitu keputusan MPR yang mengikat kedalam mejelis saja.
3. Undang – Undang
Udang – Undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden
untuk melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 serta Ketetapan MPR. Menurut
sistem Undang – Undang Dasar 1945, suatu undang – undang merupakan produk
bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian
suatu peraturan dapat dinamakan undang – undang apabila dibuat oleh Presiden
dan DPR.
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang
Peraturan pemerintah pengganti udang – undang oleh pemerintah dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah pengganti undang – undang harus diajukan ke
DPR dalam persidangan berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Peraturan Pemerintah pengganti
Undang – Undang dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak oleh DPR, Peraturan Pemerintah pengganti Undang –
Undang harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dibuat pemerintah untuk melaksanakan udang – undang.
6. Keputusan Presiden
Keputusan Presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh Presiden untuk
menjalankan fungsinya dan tugasnyaberupa pengaturan pelaksanaan administrasi
negara dan administrasi pemerintah.
7. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan
menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD I bersama Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat DPRD II bersama
Bupati/Walikota.
c. Peraturan Desa atau yang setingkat dibuat oleh Badan Perwakilan
Desa atau yang setingkat. Sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau
yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
B. Alur Proses Penyusunan Perundang – Undangan Nasional serta Pihak –
Pihak yang Terlibat
Alur proses penyusunan perundang – undangan nasional serta pihak – pihak
yang terlibat.
1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan peraturan negara yang tertinggi dalam tata urutan
peraturan perundang – undangan Republik Indonesia. Rancangan UUD ini mulai
dibahas dalam sidang – sidang BPUPKI dan kemudian menjadi UUD negara Republik
Indonesia setelah ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sekarang UUD 1945
telah mengalami perubahan atau amandemen yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan. Amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Amandemen pertama disahkan pada 19 Agustus 1999.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 5, 7, 9, 13, 14, 17, 20, 21.
b. Amandemen kedua disahkan pada 18 Agustus 2000.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 18, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30
dan 36.
c. Amandemen ketiga disahkan pada 10 November 2001.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23
dan 24.
d. Amandemen keempat disahkan pada 10 Agustus 2002.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31,
32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
Dari uaraian di atas, sekarang kita dapat menyebutkan pihak – pihak yang
terlibat dalam penyusunan dan penetapan UUD 1945, yaitu .
a. Anggota BPUPKI
b. Anggota PPKI
c. Anggota MPR
2. Ketetapan MPR
Berdasarkan Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1999 tentang peraturan tata tertib
MPR RI bab XII, dijelaskan sebagai berikut.
a. Pembuatan putusan – putusan majelis dilakukan melalui empat
tingkat pembicaraan, kecuali untuk laporan pertanggung jawaban presiden dan hal
– hal lain yang dianggap perlu oleh Majelis (Pasal 91).
b. Keempat tingkat pembicaraan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tingkat I
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan – bahan yang masuk
dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan
Majelis sebagai bahan pokok pembicaraan Tingkat II.
2) Tingkat II
Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan
Pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.
3) Tingkat III
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil pembicaraan
Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan Rancangan
Ketetapan Keputusan Mejelis.
4) Tingkat IV
Pengambilan putusan oleh rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan
dari pimpinan komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata
terakhir dari fraksi-fraksi.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pembuat Keputusan
maupun Ketetapan MPR adalah para anggota MPR.
3. Undang – Undang
Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa kekuasaan
membentuk undang – undang dipegan oleh DPR. Dalam Pasal 5 Ayat 1 UUD 1945 hasil
amandemen disebutkan bahwa: “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”Selanjutnya dalam Pasal 20 Ayat 2 UUD 1945
hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Setiap rencana undang – undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Dari
penegasan pasal – pasal tersebut, maka diketahui sebagai berikut.
a. Undang – undang dibuat DPR bersama Presiden (Pemerintah).
b. Rancangan undang – undang dapat berasal dari DPR, dapat juga
berasal dari Presiden (Pemerintah).
Proses pembentukan (pembuatan) undang – undang pada dasarnya terdiri atas
tiga tahap berikut.
a. Proses penyiapan rancangan undang – undang yang merupakan proses
penyusunan dan perencanaan di lingkungan Pemerintah, atau di lingkungan DPR
(dalam hal rancangan undang-undang berasal dari atau usul inisiatif DPR).
b. Proses mendapatkan persetujuan yang merupakan pembahasan DPR.
c. Proses pengesahan (oleh Presiden) dan pengundangan (oleh Mentri
Sekretasris Negara atas perintah Presiden).
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (PERPU)
Proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak
serumit dan sepanjang penyusunan undang-undang. Hal ini mengingat, bahwa PERPU
disusun berdasarkan keadaan darurat atau mendesak yang memerlukan pengaturan
cepat, sedangkan kalau dengan undang-undang diperlukan proses yang lama.
Ada 2 kemungkinan dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU).
a. Kemungkinan Pertama
Mentri atau kepala LPND member tahu Presiden melalui Sekretariat Negara.
Kemudian Presiden akan membuat suatu rancangan PERPU. Setelah diselesaikan
penyusunannya oleh Sekretariat Negara (dalam hal ini oleh Biro Hukum dan
Perundang-undangan), maka Presiden kemudian menetapkan PERPU tersebut.
b. Kemungkinan Kedua
Presiden berpendapat bahwa perlu dibentuk suatu peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU). Dalam hal demikian, Presiden meminta dibuat
suatu konsep rancangan PERPU yang akan diselesaikan oleh Sekretariat (Biro
Hukum dan Perundang-undangan). Setelah selesai, rancangan PERPU diserahkan
kembali kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani, PERPU yang telah
ditetapkan Presiden tersebut kemudian diundangkan oleh Mentri Sekretariat
Negara, dan dimasukkan dalam lembaran negara. PERPU ini sudah berlaku mengikat
umum.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan PERPU adalah Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Sekretariat Negara
(Mentri dan Staf Biro Hukum dan Perundang-undang).
5. Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 15 Tahun 1970, proses
pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) adalah sebagai berikut.
a. Pimpinan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
dapat mengajukan prakarsa kepada Presiden yang memuat urgensi, argumentasi, dan
pokok-pokok materi suatu masalah yang akan dituangkan ke dalam rancangan
Peraturan Pemerintah tersebut untuk memperoleh izin atau persetujuan dari
Presiden.
b. Setelah diteliti oleh Sekretariat Negara, kemudian Presiden
menentukan menyetujui atau menolak.
c. Apabila Presiden menyetujui, maka dibentuklah panitia
interdepartemen atau panitia antardepartemen untuk membahas dan mempersiapkan
rancangan Peraturan Pemerintah. Setelah selesai, hasilnya dilaporkan kepada
pimpinan departemen atau pimpinan LPDN yang bersangkutan
d. Rancangan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dan dikoordinasikan
dengan mentri/pimpinan lembaga pemerintah yang terkait, Mentri Kehakiman, dan
Sekretariat kabinet untuk mendapatkan tanggapan dan pertimbangan una
penyempurnaan rancanan Peraturan Pemerintah
e. Setelah dipandang baik, rancangan PP tersebut kemudian diajukan
kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani.
f. Setelah ditetapkan rancangan PP diundangkan oleh Mentri Sekretaris
Negara.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan Peraturan Pemerintah yaitu Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Mentri
Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet.
6. Keputusan Presiden
Proses pembentuka suatu keputusan presiden, sebenarnya tidak begitu
berbeda dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, yaitu dimulai dari
pembentukan Panitia-panitia yang bertugas untuk merumuskan, dan menuangkan
semua permasalahan di dalam rancangan keputusan presiden. Apabila rancangan
tersebut sudah selesai, maka presiden akan mendatangani dan menetapkan
keputusan presiden tersebut. Jadi pihak – pihak yang terlibatpun hampir sama
dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan PP, yaitu :
a. Presiden
b. Mentri terkait
c. Mentri Sekretaris Negara
7. Peraturan Daerah
Proses penyusunan Peraturan Daerah dimulai dengan pengajuan rancangan
peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari kepala daerah
dan prakarsa DPRD. Prosesnya sebagai berikut.
a. Rancangan Peraturan daerah disampaikan pimpinan DPRD kepada
seluruh anggota DPRD.
b. Pembahasan dilakukan melalui 4 tahapan pembicaraan, kecuali
apabila Panitia Musyawarah menentukan lain.
C. Sikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang Tidak Mengakomodasi
Aspirasi Masyarakat
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus diperhatikan aspirasi
yang berkembang dalam masyarakat karena kedaulatan memang berada di tangan
rakyat. Dengan demikian, maka setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku
benar-benar menjadi wahana terciptanya tertib hukum guna tercapainya tujuan
nasional negara kita. Tujuan negara kita adalah seperti yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdasakan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Apabila suatu peraturan perundang-undangan ternyata tidak menampung atau
memperhatikan aspirasi rakyat, maka masyarakat dapat secara efektif
menyampaikan ataupun mendesakkan aspirasinya dengan cara yang dibenarkan
undang-undang kepada badan/lembaga yang berwenang. Tujuannya, agar peraturan
perundang-undangan dapat dibuat lebih baik dan aspiratif sehingga dapat
berbentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin ketertiban, ketentraman,
hak kepentingan umum, dan keselamatan bangsa dan negara. Sikap kritis yang
dilakukan dengan benar oleh masyarakat merupakan sumbangan yang sangat berarti
bagi terciptanya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik dan
demokratis.
D. Sikap Patuh terhadap Perundang-Undangan Nasional
Di negara hukum, semua orang harus tunduk kepada hukum yang berlaku tanpa
kecuali. Demikian juga kita yang hidup di negara hukum Indonesia tercinta ini,
harus patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia sebab pada
dasarnya hukum di buat untuk kebaikan kita semua. Alasan lain mengapa kita
harus patuh pada hukum adalah karena kepatuhan terhadap hukum menciptakan
tertib hukum dan tertib hukum menjamin tercapainya tujuan negara kita.
Sebaliknya, apabila kita tidak patuh pada hukum, maka akan tercipta
ketidaktertiban masyrakat bahkan kekacauan dalam masyarakat sehingga meresahkan
dan menyengsarakan masyarakat itu sendiri. Oleh Karen itu, penting bagi kita
untuk menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan
orang lain, dan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
KESIMPULAN
a. Selain sebagai makhluk pribadi, manusia juga mahkluk sosial.
Manusia menjadi berarti (bermakna), jika manusia berada dan bersama masyarakat,
saling berhubungan dan bekerja sama.
b. Dalam berkehidupan bersama di masyarakat perlu ada norma yang
mengaturnya sehingga tidak terjadi benturan kepentingan antara satu dengan
lainnya. Norma – norma yang kita kenal adalah norma agama, norma kesusilaan ,
norma kesopanan, dan norma hukum.
c. Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, semua harus
berdasar hukum dan patuh pada hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap hukum
menjamin terciptanya tertib hukum dan tercapainya tujuan nasional.
d. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengatur tata urutan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia, yakni UUD 1945, Ketetapab MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, PERPU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Peraturan Daerah.
Daftar Pustaka
·
id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang
·
portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/peraturan_perundangan.php
·
www.djpp.depkumham.go.id/database.../undang-undang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar